Pagi ini adalah jadwal saya untuk mengantarkan adik saya
sekolah. Selalu untuk hari selasa saya yang bertugas untuk mengantarnya. Ayah
memang selalu memasrahkan tugas ini untuk hari selasa karena pada malam
sebelumnya ia bermain bulutangkis. Jadi beliau membutuhkan recovery yang cukup
agar badannya kembali fit. Okelah menurut saya. Memang untuk orang yang sudah
cukup tua olahraga memang penting, tetapi recovery dan istirahat yang cukup
lebih penting agar hidup tetap sehat.
Setiap saya mengemudikan motor pada pagi hari (kebanyakan
untuk mengantar adik saya), saya selalu mengingat-ingat segala macam memori di
dalam otak saya. Memang kerja otak yang paling baik itu adalah pada pagi hari.
Hal ini sering saya rasakan. Meskipun saya fokus untuk mengemudikan JupiterZ
saya, tapi itu tidak semuanya saya fokus. Beberapa pikiran dan memori seenak
kucing menyebrang jalan melintas di pikiran saya. Dan kebetulan memori yang
muncul pada pagi hari ini bercerita tentang saudara saya yang berada di desa.
Apakah saya sebut desanya ? menurut saya tak perlu, clue nya hanya satu : dekat
stadion kanjuruhan.
Ia adalah seorang anak lelaki desa kebanyakan. Tak terlalu
mengikuti mode masa kini. Juga tak terlalu katrok juga. Intinya adalah ia seperti pemuda desa lainnya. Memang untuk segi
ekonomi ia agak kesulitan. Hidup dengan keluarga yang lengkap dan seorang nenek
kadang juga menjadi beban tersendiri. Apalagi setelah sang kakek yang meninggal
beberapa tahun yang lalu membuat ia mau tak mau juga menangung beban menghidupi
sang nenek.
Sempat ia bercerita kepada saya keinginan ia untuk
berkuliah. Tak terlalu muluk seperti menjadi dokter, teknik-teknik kimia,
fisika, ataupun ilmu politik. Ia hanya ingin kuliah pada jurusan PAUD. PAUD
sendiri bisa diartikan seperti pendidikan untuk sekolah dasar. Mungkin dari TK
dan SD. Namun ia juga sadar bahwa hal tersebut sulit dicapai karena dana yang
terbatas. Tapi bara api dimatanya belum benar-benar padam. Bara api akan
hausnya terhadap pendidikan.
meskipun ia warga desa, bukan berarti pikiran nya masih apatis
dan kaku. setahu saya ia tak pernah menyerah terhadap keadaan. Tak pernah
sekalipun ia berpikiran akan menjalani hidup dengan apa adanya yang ia punya.
Maksudnya tidak berusaha. Disamping selalu berdoa kepada Sang Maha Pencipta, ia
juga mulai mencoba-coba mencari pekerjaan. Contoh kecil usaha ia adalah
berjualan pulsa. Ia bercerita beberapa waktu yang lalu bahwa ia sedang sibuk
menjadi penjaga konter pulsa di daerah sekitar rumahnya. Mungkin awal mula ia
tak paham bagaimana cara mentransferkan pulsa namun ia selalu belajar. Sampai
saat ini, ia telah berhasil membuka bisnis pulsanya sendiri sambil tetap
menjaga konter. Mungkin bagi sebagian orang, pekerjaan ini dianggap remeh. “apa
sih enaknya kerja jaga begituan” atau “untungnya berapa sih, paling gag gede” .
saya sendiri jujur juga pernah berpikiran begitu. Tapi perlahan kemudian saya
sadar. Memang saya sendiri bagaimana ? apakah saya sudah pernah berusaha
mendapatkan uang dengan hasil jerih payah saya sendiri ? apa hak saya men-judge
kerja seseorang yang bahkan saya sendiri belum pernah melakukannya ?
Pernah juga saya mendengar cerita dari ibu saya, ia sekarang
selain menjadi penjaga konter juga membantu
semacam lembaga pendidikan TK.
Lagi-lagi saya geleng-geleng kepala. Tak habis pikir. Kebanyakan para
pemuda-pemuda contohlah teman-teman saya sendiri, pasti tak ada sedikitpun yang
berpikiran untuk menjadi guru TK, termasuk saya sendiri. GENGSI. Itu mungkin
salah satu alasannya. Padahal jika kita pikir lebih jauh, apa salahnya menjadi
guru TK ? bukankah hal tersebut merupakan pekerjaan mulia, benar-benar
membimbing calon-calon anak bangsa dari kecil ? apakah gengsi dan kemuliaan
sudah berubah persepsinya ? bukankah gengsi dipertahankan untuk mengejar
kemuliaan ? atau mungkin yang dikejar adalah kemuliaan dalam hal kekayaan,
jabatan dan kekuasaan ? menjadi seorang birokrat dan penghuni kursi DPR atau
pengusaha kaya raya ? tak sadarkah bahwa kemuliaan itu hanya status belaka jika
tak dibarengi dengan kemuliaan di depan Sang Pencipta langit dan bumi ? ahh… saya juga tak tahu. Saya juga sudah muak
dengan berbagai masalah Negara dan para birokrat-birokratnya. Saling sikut
hanya untuk mengejar kemuliaan semu bernama “status” dan “jabatan”. Yang
katanya Perjuangan atas nama rakyat ,bangsa dan Negara, namun jika ditelisik lebih jauh hanyalah perjuangan untuk
partainya semata.
Kembali ke saudara saya. Kegiatan sehari-harinya rupanya
tidak hanya itu. Menurut ibu saya, ia setiap malam jumat selalu menyempatkan
diri mengunjungi pondok pesantren di daerahnya. Tentu saja, untuk mengikuti
pengajian rutin. Disini letak kekaguman diri saya terhadapnya naik secara
drastis. Sesibuk-sibuknya ia mengurus anak kecil dan menjaga konter, tak pernah
ia lupa kepada Sang Pencipta. Selalu berdoa agar apa yang ia kerjakan selalu
diberi kelancaran, kemudahan dan jalan yang lapang. Berdoa agar cita-citanya
(yang jujur saya sendiri belum tahu apa itu) dikabulkan oleh-Nya.
Dan menurut kabar terkini yang saya dengar, ia sudah sukses
membuka usaha lagi, yaitu rental bermain playstation di rumah nenek saya.
Dengan harga sewa perjam sebesar Rp 2000. Hebatnya lagi, biaya listrik rumah
nenek saya ia yang bayar dari hasil uang itu.Impian saya sejak kecil ingin
membuka usaha seperti itu berhasil ia langkahi terlebih dahulu. Dalam hati saya
sangat kesal namun juga bangga dan bahagia. Saya bahagia bahwa usaha itu pasti
akan laris manis mengingat permainan PS2 di desanya masih sangat digemari. Dan
nenek saya juga pintar mengambil peluang dengan menjual aneka gorengan untuk
menemani pelanggan bermain agar tidak kelaparan. Namun di satu sisi saya sangat
kesal. Kesal sekali malahan. saya kesal kepada diri saya sendiri.
Mengapa di saat saudara saya sudah bisa menikmati atau
mungkin (jika terus berkembang) sedang dalam proses menikmati jerih payah usahanya
sedangkan saya sendiri masih menyusu kepada orang tua jika ada keperluan yang
harus saya penuhi? Mengapa saya yang sudah berkuliah, yang waktu luangnya lebih
banyak darinya malah belum berbuat apa-apa hanya untuk sekedar memenuhi
kebutuhan saya sendiri ? sebenarnya apa
yang saya tunggu untuk mulai “bergerak” dan tak hanya berangan angin belaka ?
Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala seperti roda
JupiterZ yang terus berputar 360 derajat.
melahap jalanan pagi hari , sedangkan sang matahari mulai semakin meninggi.
Layaknya umur manusia…
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
2 comments:
good job, terus menghirup aroma kehidupan, dan jangan lupa hembuskan lagi dengan aroma baru yang menggugah rasa
Layaknya aroma permulaan hujan (y)
Post a Comment