Pages

Tuesday 28 May 2013

Monolog Pagi Hari





Pagi ini adalah jadwal saya untuk mengantarkan adik saya sekolah. Selalu untuk hari selasa saya yang bertugas untuk mengantarnya. Ayah memang selalu memasrahkan tugas ini untuk hari selasa karena pada malam sebelumnya ia bermain bulutangkis. Jadi beliau membutuhkan recovery yang cukup agar badannya kembali fit. Okelah menurut saya. Memang untuk orang yang sudah cukup tua olahraga memang penting, tetapi recovery dan istirahat yang cukup lebih penting agar hidup tetap sehat.

Setiap saya mengemudikan motor pada pagi hari (kebanyakan untuk mengantar adik saya), saya selalu mengingat-ingat segala macam memori di dalam otak saya. Memang kerja otak yang paling baik itu adalah pada pagi hari. Hal ini sering saya rasakan. Meskipun saya fokus untuk mengemudikan JupiterZ saya, tapi itu tidak semuanya saya fokus. Beberapa pikiran dan memori seenak kucing menyebrang jalan melintas di pikiran saya. Dan kebetulan memori yang muncul pada pagi hari ini bercerita tentang saudara saya yang berada di desa. Apakah saya sebut desanya ? menurut saya tak perlu, clue nya hanya satu : dekat stadion kanjuruhan.

Ia adalah seorang anak lelaki desa kebanyakan. Tak terlalu mengikuti mode masa kini. Juga tak terlalu katrok juga. Intinya adalah ia  seperti pemuda desa lainnya. Memang untuk segi ekonomi ia agak kesulitan. Hidup dengan keluarga yang lengkap dan seorang nenek kadang juga menjadi beban tersendiri. Apalagi setelah sang kakek yang meninggal beberapa tahun yang lalu membuat ia mau tak mau juga menangung beban menghidupi sang nenek.

Sempat ia bercerita kepada saya keinginan ia untuk berkuliah. Tak terlalu muluk seperti menjadi dokter, teknik-teknik kimia, fisika, ataupun ilmu politik. Ia hanya ingin kuliah pada jurusan PAUD. PAUD sendiri bisa diartikan seperti pendidikan untuk sekolah dasar. Mungkin dari TK dan SD. Namun ia juga sadar bahwa hal tersebut sulit dicapai karena dana yang terbatas. Tapi bara api dimatanya belum benar-benar padam. Bara api akan hausnya terhadap pendidikan.

meskipun ia warga desa, bukan berarti pikiran nya masih apatis dan kaku. setahu saya ia tak pernah menyerah terhadap keadaan. Tak pernah sekalipun ia berpikiran akan menjalani hidup dengan apa adanya yang ia punya. Maksudnya tidak berusaha. Disamping selalu berdoa kepada Sang Maha Pencipta, ia juga mulai mencoba-coba mencari pekerjaan. Contoh kecil usaha ia adalah berjualan pulsa. Ia bercerita beberapa waktu yang lalu bahwa ia sedang sibuk menjadi penjaga konter pulsa di daerah sekitar rumahnya. Mungkin awal mula ia tak paham bagaimana cara mentransferkan pulsa namun ia selalu belajar. Sampai saat ini, ia telah berhasil membuka bisnis pulsanya sendiri sambil tetap menjaga konter. Mungkin bagi sebagian orang, pekerjaan ini dianggap remeh. “apa sih enaknya kerja jaga begituan” atau “untungnya berapa sih, paling gag gede” . saya sendiri jujur juga pernah berpikiran begitu. Tapi perlahan kemudian saya sadar. Memang saya sendiri bagaimana ? apakah saya sudah pernah berusaha mendapatkan uang dengan hasil jerih payah saya sendiri ? apa hak saya men-judge kerja seseorang yang bahkan saya sendiri belum pernah melakukannya ?

Pernah juga saya mendengar cerita dari ibu saya, ia sekarang selain menjadi penjaga konter juga membantu 
semacam lembaga pendidikan TK. Lagi-lagi saya geleng-geleng kepala. Tak habis pikir. Kebanyakan para pemuda-pemuda contohlah teman-teman saya sendiri, pasti tak ada sedikitpun yang berpikiran untuk menjadi guru TK, termasuk saya sendiri. GENGSI. Itu mungkin salah satu alasannya. Padahal jika kita pikir lebih jauh, apa salahnya menjadi guru TK ? bukankah hal tersebut merupakan pekerjaan mulia, benar-benar membimbing calon-calon anak bangsa dari kecil ? apakah gengsi dan kemuliaan sudah berubah persepsinya ? bukankah gengsi dipertahankan untuk mengejar kemuliaan ? atau mungkin yang dikejar adalah kemuliaan dalam hal kekayaan, jabatan dan kekuasaan ? menjadi seorang birokrat dan penghuni kursi DPR atau pengusaha kaya raya ? tak sadarkah bahwa kemuliaan itu hanya status belaka jika tak dibarengi dengan kemuliaan di depan Sang Pencipta langit dan bumi ?  ahh… saya juga tak tahu. Saya juga sudah muak dengan berbagai masalah Negara dan para birokrat-birokratnya. Saling sikut hanya untuk mengejar kemuliaan semu bernama “status” dan “jabatan”. Yang katanya Perjuangan atas nama rakyat ,bangsa dan Negara, namun  jika ditelisik lebih jauh hanyalah perjuangan untuk partainya semata.

Kembali ke saudara saya. Kegiatan sehari-harinya rupanya tidak hanya itu. Menurut ibu saya, ia setiap malam jumat selalu menyempatkan diri mengunjungi pondok pesantren di daerahnya. Tentu saja, untuk mengikuti pengajian rutin. Disini letak kekaguman diri saya terhadapnya naik secara drastis. Sesibuk-sibuknya ia mengurus anak kecil dan menjaga konter, tak pernah ia lupa kepada Sang Pencipta. Selalu berdoa agar apa yang ia kerjakan selalu diberi kelancaran, kemudahan dan jalan yang lapang. Berdoa agar cita-citanya (yang jujur saya sendiri belum tahu apa itu) dikabulkan oleh-Nya.

Dan menurut kabar terkini yang saya dengar, ia sudah sukses membuka usaha lagi, yaitu rental bermain playstation di rumah nenek saya. Dengan harga sewa perjam sebesar Rp 2000. Hebatnya lagi, biaya listrik rumah nenek saya ia yang bayar dari hasil uang itu.Impian saya sejak kecil ingin membuka usaha seperti itu berhasil ia langkahi terlebih dahulu. Dalam hati saya sangat kesal namun juga bangga dan bahagia. Saya bahagia bahwa usaha itu pasti akan laris manis mengingat permainan PS2 di desanya masih sangat digemari. Dan nenek saya juga pintar mengambil peluang dengan menjual aneka gorengan untuk menemani pelanggan bermain agar tidak kelaparan. Namun di satu sisi saya sangat kesal. Kesal sekali malahan. saya kesal kepada diri saya sendiri.

Mengapa di saat saudara saya sudah bisa menikmati atau mungkin (jika terus berkembang) sedang dalam proses menikmati jerih payah usahanya sedangkan saya sendiri masih menyusu kepada orang tua jika ada keperluan yang harus saya penuhi? Mengapa saya yang sudah berkuliah, yang waktu luangnya lebih banyak darinya malah belum berbuat apa-apa hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan saya sendiri ?  sebenarnya apa yang saya tunggu untuk mulai “bergerak” dan tak hanya berangan angin belaka ?
Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepala seperti roda JupiterZ  yang terus berputar 360 derajat. melahap jalanan pagi hari , sedangkan sang matahari mulai semakin meninggi. Layaknya umur manusia…






Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

2 comments:

tarinksinga said...

good job, terus menghirup aroma kehidupan, dan jangan lupa hembuskan lagi dengan aroma baru yang menggugah rasa

Unknown said...

Layaknya aroma permulaan hujan (y)

Post a Comment