"Sosok itu semakin lama semakin hilang dalam hati dan
pikiran" ujar si Udin kepada sahabat karibnya. "Dan lagi-lagi aku
harus berusaha tak menampakkan hal tersebut kepada teman-temanku yang lainnya
bahwa aku sungguh kehilangan sosok panutan tersebut" tambahnya. mendengar
ocehan tiba-tiba dari temannya, Yusril pun langsung menimpalinya dengan cepat,
"Memangnya seberapa pentingnya sosok itu buat kamu din ?"
Udin terdiam sejenak. pikirannya mulai memasuki alam masa lalunya.
ia teringat kembali akan sosok panutannya yang baru saja akan hilang dari
ingatannya. sosok tersebut memang membuat Udin banyak belajar arti menyikapi
hidup. pernah disuatu masa, Udin dihadapkan tentang pilihan yang sulit terhadap
suatu masalah. Udin tampak bersikeras bahwa semua akan baik-baik saja ketika
masalah tersebut dibicarakan bersama-sama. namun sang sosok membentaknya dengan
keras,
"Kamu nggak mungkin bisa nyatuin semua pemikiran
orang-orang karena setiap orang punya pikiran berbeda, Din!", hardik sang
sosok
"Tapi, bukankah dalam suatu kelompok, permasalahan harus kita
selesaikan dengan kata sepakat. bukankah di dalam Undang-undang dasar begitu ?
kita menyelesaikan masalah dengan mufakat" "timpal Udin
"Memang benar setiap masalah harus kita selesaikan secara
mufakat, namun yang aku tekankan disini, kamu harus paham terlebih dahulu
gimana situasinya"
"Situasi ? situasi yang gimana ?" ujar Udin bingung.
"Jadi gini ,Din, kamu harus paham, kecenderungan
teman-temanmu dalam musyawarah tersebut akan seperti apa, istilahnya, kamu
harus bisa prediksi gimana jalannya rapat tersebut"
"Loh, bukannya dengan aku udah nyiapin gitu malah itu bukan
mufakat ?"
"Mufakat dan nggak mufakat sebenernya dalam suatu musawarah
itu dilihat dari siapa orang-orang yang paling rasional dalam pengungkapan
pendapatnya. sekarang aku tanya ke kamu, gimana seandainya orang-orang yang di
dalam rapat tersebut terkena rasionalisasi yang malah kenyataannya berbeda
dengan situasi yang sebenarnya terjadi di lapangan ?"
"Yaaaa menurutku...........," Udin berhenti sejenak
"Hal tersebut malah membuat permasalahan semakin nggak jelas
saat pelaksanaan penyelesaiannya dan akan berjalan ke arah yang nggak
bener"
"Yap! Bener!, jika kamu nggak hati-hati dengan rasionalisasi yang
terlihat bener tapi ngawur, kamu dan teman-temanmu akan terjebak dalam
permasalahan tersebut dan bahkan berpeluang akan menimbulkan masalah yang
baru", jawab sang sosok bersemangat
"Hmm, kalau emang resikonya kayak gitu, trus apa yang bisa aku
lakuin dong ? " ujar Udin
"Berpolitiklah!!" ujar sang sosok
"Berpolitik ? kok bisa aku kudu main politik ? kan politik
itu kotor, liat aja itu orang-orang di kursi pemerintahan, ahh capek aku mau
bahasnya, Percuma!" "ujar Udin ketus
"Eiitt, gini-gini Din, maksudku, setiap orang di dunia ini
pasti akan melakukan proses politik itu. nggak percaya ? arti politik sendiri
sebenernya adalah gimana cara pengaruh-mempengaruhi. contoh nih, kamu mau minta
smartphone ke orang tua, tapi ortumu nggak ngebolehin karena dengan alasan
nilaimu sekarang lagi anjlok, katakanlah begitu. Nah ,begitu kamu tahu alasan
itu, cari akalah dirimu dengan belajar. Dengan belajar itu nilaimu naik dan
kamu bakalan dapat itu smartphone. Disini, yang kamu pengaruhi adalah aspek
psikologis mereka. Akhirnya ketika ortumu liat nilaimu udah baik, mereka mau
nggak mau harus belikan kamu smartphone."
"Hmmm... aku jadi sedikit paham, tapi terus apa hubungannya dengan
masalah yang tadi ?" ujar Udin
"Jadi, sebelum kamu mulai musyawarah, kamu emang harus bener-bener
tahu kondisi real di lapangan kayak apa masalahnya. lalu selanjutnya, bisa kamu
gunakan cara berpolitik itu agar pendapat mu yang berdasarkan fakta di lapangan
itu bisa kuat dan punya pendukung saat di musyawarah." jawab sang
sosok santai
"lo.. lo... terus sekarang, apa bedanya dengan pendapat yang
katanya rasional tapi ngawur tadi ? kan sama aja ? trus gimana cara aku nentuin
mana yang bener dan mana yang salah dalam musyawarah? " Udin tiba-tiba
menjadi bingung
Loh, jadi daritadi kamu nggak sadar toh Din ?" ujar sang
sosok dengan sedikit menahan tawa. "Bener dan salah itu relatif Din"
"Maksudnya ?" Udin mulai menggaruk-nggaruk kepalanya.
"Iya jadi "BENAR" yang kamu pertahankan dan kamu
prinsipkan, itu belum tentu bener bagi orang lain, kebenaran itu bisa kita
tentukan dengan fakta yang terjadi di lapangan ,tapi.... itu aja setiap
orang berbeda-beda dalam ngambil sudut pandang tentang fakta itu"
"Lalu ? gimana dong caranya ngambil keputusan kalo setiap orang
punya pemahaman sendiri ?"
"Ya kembali lagi, berpolitiklah"
"Tapi kan... Arghhh !!!!" ujar Udin semakin
menggaruk-nggaruk kepalanya yang tidak gatal
"Tapi Kenapa, Din ?" ujar sang sosok semakin tak kuasa
menahan tawanya.
"......."
Udin tidak menjawab namun sibuk mereka ulang setiap perkataan yang
disampaikan oleh sang sosok.
Sang sosok kemudian menimpali,
"Kamu bingung pun, itu adalah bagian dari politik aku ke kamu
Din, daaannn... aku SUKSES !!" HAHAHAHAHAHAHAHA"
Udin hanya melongo sedangkan sang sosok tertawa terpingkal-pingkal
di depannya.
----
*mohon maaf kalau ngalur ceritanya agak maksa dan gak nyambung, hehe*